Pengaruh Pengalaman Hidup terhadap Perilaku Manusia Menurut teori kepribadian John B. Watson

 


Setiap orang pasti pernah mengalami pengalaman buruk dalam hidupnya, dan setiap individu merespons kejadian tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa orang mungkin merasa biasa saja setelah mengalami pengalaman buruk, sementara yang lain mungkin merasa sedih, trauma, atau bahkan cemas berlebihan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Lantas, muncul pertanyaan: Apakah kita bisa mengubah perilaku atau kepribadian kita setelah mengalami pengalaman buruk?

Pertanyaan ini telah dibahas dalam berbagai teori psikologi, salah satunya oleh seorang psikolog Amerika bernama John B. Watson. Ia dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme, sebuah pendekatan dalam psikologi yang berfokus pada perilaku yang terlihat, serta bagaimana perilaku tersebut bisa dibentuk dan diubah melalui interaksi dengan lingkungan.


John Watson dan Teori Behaviorisme

John B. Watson adalah tokoh yang berperan penting dalam mengubah cara pandang dunia psikologi. Pada saat itu, kebanyakan psikolog fokus pada hal-hal seperti pikiran, emosi, motivasi, serta alam bawah sadar—semua yang tidak bisa dilihat secara langsung. 

Namun, Watson memiliki pandangan yang berbeda. Ia berpendapat bahwa hal-hal seperti pikiran dan emosi yang tidak dapat diobservasi secara langsung tidak bisa dijadikan dasar untuk kajian ilmiah. Baginya, psikologi harus berfokus pada apa yang bisa dilihat dan diukur, yaitu perilaku manusia.

Inilah mengapa ia memulai aliran psikologi yang disebut behaviorisme, yang berfokus pada perilaku manusia yang dapat diamati secara langsung. Menurut teori ini, perilaku manusia tidak ditentukan oleh faktor genetik atau bakat alami, tetapi lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman. Watson percaya bahwa pengalaman yang dialami seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya berperan besar dalam membentuk perilaku dan kepribadiannya.


Pengaruh Lingkungan terhadap Kepribadian

Teori behaviorisme Watson menekankan bahwa perilaku dan kepribadian manusia sepenuhnya dibentuk oleh lingkungan. Watson bahkan pernah mengeluarkan pernyataan yang kontroversial di zamannya, yaitu, "Beri aku bayi yang sehat, dan aku akan menjadikan dia seseorang yang hebat dalam bidang apapun, terlepas dari bakat atau ras bayi tersebut."

Pernyataan ini menunjukkan keyakinan Watson bahwa siapapun dapat menjadi apa saja jika dibentuk oleh lingkungan yang tepat. Ia percaya bahwa lingkungan adalah faktor utama yang membentuk perilaku seseorang. Misalnya, seseorang yang merasa dirinya tidak pandai dalam matematika mungkin sebenarnya bisa menjadi ahli matematika jika diberi kondisi lingkungan yang mendukung. Sebaliknya, seseorang yang berbakat dalam suatu bidang bisa kehilangan keahliannya jika terpapar lingkungan yang tidak mendukung.


Pengkondisian dan Perubahan Perilaku

Salah satu konsep penting dalam teori behaviorisme Watson adalah "pengkondisian." Pengkondisian adalah proses di mana seseorang membentuk atau mengubah perilakunya melalui pengalaman tertentu. Konsep ini juga menjadi landasan dalam eksperimen terkenal Watson, yaitu percobaan terhadap seorang bayi bernama Little Albert.

Dalam percobaan ini, Watson ingin membuktikan bahwa perilaku manusia bisa dibentuk melalui pengkondisian. Ia memberikan seekor tikus putih kepada Albert, yang pada awalnya tidak menimbulkan reaksi apa-apa. Namun, setiap kali Albert ingin menyentuh tikus tersebut, Watson membunyikan suara keras di belakangnya. 

Setelah beberapa kali pengulangan, Albert mulai takut kepada tikus putih. Tak hanya itu, ia juga mengasosiasikan rasa takutnya dengan benda-benda lain yang berwarna putih, seperti boneka kelinci atau jaket berbulu putih.

Percobaan ini menunjukkan bahwa perilaku manusia bisa dibentuk dan diubah melalui pengkondisian. Meskipun metode percobaan Watson dianggap tidak etis oleh standar modern, hasilnya memberikan wawasan tentang bagaimana perilaku dan rasa takut seseorang bisa muncul akibat asosiasi negatif dari pengalaman buruk.


Dampak Pengalaman Buruk terhadap Perilaku

Pengalaman buruk memiliki dampak besar terhadap perilaku seseorang. Rasa takut, cemas, atau trauma yang muncul sebagai respons terhadap pengalaman buruk sering kali berakar pada asosiasi negatif yang terbentuk antara kejadian tersebut dan hal-hal yang ada di sekitarnya. Dalam kasus Little Albert, suara keras yang terus-menerus diasosiasikan dengan tikus putih membuat Albert takut bukan hanya pada tikus, tetapi juga pada benda lain yang memiliki karakteristik serupa.

Watson juga menunjukkan bahwa intensitas dari pengalaman buruk bisa mempengaruhi seberapa besar rasa takut atau cemas seseorang. Misalnya, seseorang yang pernah melihat kecelakaan hebat mungkin akan lebih takut terhadap situasi serupa dibandingkan dengan orang yang hanya mengalami kecelakaan ringan.

Selain itu, perilaku menghindar juga bisa memperburuk rasa takut seseorang. Menghindari situasi atau benda yang menimbulkan rasa takut mungkin tampak seperti solusi sementara, tetapi sebenarnya hal ini justru memperkuat rasa takut tersebut. Misalnya, seseorang yang pernah digigit anjing dan selalu menghindari anjing setiap kali melihatnya tidak akan pernah punya kesempatan untuk menghadapi ketakutan tersebut. Akibatnya, rasa takut terhadap anjing akan semakin menguat.


Mengatasi Rasa Takut dan Cemas dengan Teknik Behaviorisme

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi rasa takut atau cemas akibat pengalaman buruk adalah teknik yang disebut counterconditioning. Teknik ini melibatkan proses mengubah asosiasi negatif yang sudah terbentuk menjadi asosiasi yang lebih positif.

Contohnya, seseorang yang merasa cemas saat berbicara di depan umum karena pernah mengalami pengalaman buruk bisa mencoba membentuk asosiasi baru yang lebih positif. Misalnya, setiap kali berbicara di depan umum, ia bisa membayangkan hasil yang positif atau memberikan penghargaan kepada dirinya sendiri setelah berhasil melakukannya. Dengan cara ini, rasa takut dan cemas yang awalnya muncul dapat digantikan oleh perasaan percaya diri dan nyaman.


Pentingnya Bantuan Profesional

Bagi mereka yang mengalami rasa takut, cemas, atau trauma yang berkepanjangan, bantuan profesional seperti konseling psikologis bisa menjadi solusi yang efektif. Konseling dapat membantu seseorang mengidentifikasi sumber masalahnya dan memberikan strategi untuk menghadapinya. Terlebih lagi, jika gejala ketakutan atau kecemasan tersebut sudah berlangsung selama lebih dari dua minggu, intervensi dari psikolog atau terapis bisa sangat membantu.

Dalam konseling, seseorang bisa mendapatkan asesmen yang membantu mereka mengenali kondisi psikologis mereka dengan lebih baik. Selain itu, konseling juga bisa mencakup pemberian tugas-tugas khusus yang dirancang untuk membantu klien menghadapi rasa takutnya secara bertahap.


Dari paparan teori behaviorisme John Watson dan eksperimen-eksperimen yang dilakukan, kita bisa menyimpulkan bahwa perilaku dan kepribadian manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman. Melalui proses pengkondisian, perilaku seseorang dapat diubah, baik secara positif maupun negatif. 

Oleh karena itu, meskipun pengalaman buruk bisa meninggalkan jejak yang mendalam, perilaku yang terbentuk dari pengalaman tersebut bukanlah sesuatu yang tetap. Dengan lingkungan yang tepat dan bantuan profesional, seseorang bisa belajar untuk mengatasi rasa takut, cemas, atau trauma yang mereka alami, dan pada akhirnya, mengubah perilakunya menjadi lebih baik.

Posting Komentar untuk "Pengaruh Pengalaman Hidup terhadap Perilaku Manusia Menurut teori kepribadian John B. Watson"