Kenapa konten yang kurang bermanfaat lebih mudah viral dibanding dengan konten yang bermanfaat (edukasi)?

 


Di era digital seperti sekarang, pasti kita sering lihat video joget-joget receh atau meme absurd yang lebih gampang viral dibanding artikel atau video edukasi. Pertanyaannya, kenapa sih konten yang kurang bermanfaat justru lebih cepat jadi tren? Artikel ini akan membahas fenomena tersebut dari berbagai sisi, mulai dari psikologi manusia, algoritma media sosial, hingga perilaku pengguna internet.

 1. Algoritma Media Sosial

Salah satu alasan utama adalah algoritma. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube punya satu tujuan utama: mempertahankan pengguna di platform mereka selama mungkin. Konten yang ringan dan menghibur biasanya lebih banyak mendapatkan likes, komentar, dan share karena mudah dicerna.

Fakta menarik: Sebuah riset dari Pew Research Center menyebutkan bahwa konten yang memicu emosi, seperti humor atau rasa terkejut, lebih sering dibagikan dibanding konten yang informatif tapi berat.

Konten edukasi, di sisi lain, sering dianggap "butuh effort" untuk dicerna. Misalnya, membaca artikel tentang cara mengenali karakter seseorang melalui psikologi butuh perhatian lebih dibanding hanya menonton video prank lucu selama 15 detik.

 2. Manusia cenderung mencari Hiburan

Manusia cenderung mencari hiburan, terutama saat sedang lelah, bosan, atau stres. Konten receh atau yang kurang bermanfaat menawarkan pelarian instan dari tekanan hidup sehari-hari. Sedangkan konten edukasi sering kali membutuhkan energi mental untuk dipahami.

Menurut teori cognitive ease, otak kita lebih suka hal-hal yang sederhana dan mudah dimengerti. Itulah kenapa video dengan teks besar, warna mencolok, dan cerita yang mudah dipahami sering kali menang dibanding artikel panjang atau video edukasi yang mendalam.

 3. Efek Viral/Social Proof dan Bandwagon Effect 

Konten viral biasanya punya efek domino. Begitu banyak orang mulai menyukai atau membagikan sebuah konten, orang lain cenderung ikut-ikutan (ini disebut bandwagon effect). Apalagi kalau konten itu masuk ke Explore Page atau For You Page. Orang yang melihat banyaknya views atau likes merasa "kepo" dan akhirnya ikut menonton.

Sebaliknya, konten edukasi yang tidak langsung memicu emosi sering kali kalah saing. Walaupun sebenarnya bermanfaat, konten ini butuh strategi khusus agar menarik perhatian.

 4. Durasi konten yang pendek dan sesuai keinginan mereka

Di dunia yang serba cepat ini, durasi konten memegang peran penting. Sebuah laporan dari HubSpot menunjukkan bahwa durasi perhatian manusia semakin pendek—rata-rata hanya 8 detik! Konten receh atau kurang bermanfaat biasanya pendek dan to the point, sehingga lebih sesuai dengan kebiasaan pengguna media sosial.

Sebaliknya, konten edukasi sering kali membutuhkan durasi lebih panjang untuk menyampaikan informasi dengan detail. Hal ini membuatnya kalah menarik bagi audiens yang menginginkan hiburan instan.

 5. bisa membangkitkan emosi

Konten viral biasanya berhasil membangkitkan emosi tertentu, seperti tawa, rasa gemas, atau bahkan kemarahan. Sebuah studi dari University of Pennsylvania menyatakan bahwa konten yang memicu emosi tinggi lebih mungkin dibagikan. Konten edukasi, meskipun bermanfaat, sering kali tidak memicu emosi secara langsung.

Misalnya, artikel tentang cara mengenali karakter seseorang melalui psikologi mungkin hanya menarik bagi segelintir orang yang memang ingin belajar. Tapi video lucu tentang "10 tipe orang saat mengantri" bisa membuat semua orang tertawa, sehingga lebih mudah dibagikan.

 6. Peran Influencer dan Tren

Banyak konten receh yang viral karena didukung oleh influencer atau mengikuti tren tertentu. Influencer dengan jutaan pengikut sering kali mengangkat topik-topik ringan karena lebih mudah diterima oleh audiens mereka. Hal ini berbeda dengan konten edukasi yang biasanya hanya menarik perhatian audiens tertentu.

Sebagai contoh, seorang psikolog yang membahas cara mengenali karakter seseorang melalui bahasa tubuh mungkin hanya punya audiens kecil dibanding seleb TikTok yang membuat video tantangan dance terbaru.


Upaya Mengatasi Fenomena Ini

Walaupun konten edukasi sering kalah saing, bukan berarti tidak ada cara untuk membuatnya menarik. Berikut beberapa strategi yang bisa digunakan:

- Gunakan Format Visual yang Menarik: Infografis, animasi, atau video pendek bisa membantu menyampaikan informasi secara lebih menarik.

- Gabungkan Edukasi dengan Hiburan: Ini sering disebut edutainment. Misalnya, menjelaskan cara mengenali karakter seseorang melalui sketsa komedi.

- Optimalkan Algoritma: Pelajari cara kerja algoritma media sosial untuk memastikan konten edukasi tetap muncul di feed pengguna.

- Fokus pada Audiens yang Tepat: Promosikan konten edukasi kepada mereka yang memang mencari informasi bermanfaat.


Fenomena konten receh lebih mudah viral dibanding konten edukasi adalah hasil dari gabungan faktor psikologi manusia, algoritma media sosial, dan perilaku pengguna internet. Namun, ini bukan berarti konten edukasi tidak punya tempat. Dengan strategi yang tepat, konten bermanfaat juga bisa menarik perhatian dan memberikan dampak positif. Sebagai pengguna internet, kita juga punya tanggung jawab untuk lebih selektif dalam memilih konten yang kita konsumsi dan bagikan. Jadi, yuk mulai seimbangkan antara hiburan dan edukasi di media sosial kita!

Posting Komentar untuk "Kenapa konten yang kurang bermanfaat lebih mudah viral dibanding dengan konten yang bermanfaat (edukasi)?"