Apa itu kepribadian Otrovert?

 

Pernahkah kamu mendengar istilah “otrovert”? Mungkin kamu menemukannya di media sosial, di kolom komentar tes kepribadian, atau saat seseorang berkata, “Aku ini otrovert banget.” Sekilas, kata itu terdengar seperti “introvert” atau “extrovert”, dua istilah populer dalam dunia psikologi. Namun sebenarnya, “otrovert” bukanlah istilah resmi dalam ilmu psikologi melainkan hasil salah sebut atau salah tulis yang justru mencerminkan fenomena menarik tentang bagaimana kita memahami kepribadian.

Meski secara ilmiah istilah “otrovert” belum diakui, penggunaan kata ini memberi celah untuk membahas sesuatu yang lebih dalam bagaimana orang mengekspresikan identitas dirinya di tengah perubahan sosial yang serba cepat. Nah, mari kita bahas satu per satu dengan cara yang ringan, tapi tetap berbasis ilmu.

 1. Dari Salah Sebut Jadi Fenomena Sosial

Istilah “otrovert” mulai sering muncul karena kemiripannya dengan dua kata populer introvert dan extrovert. Dalam psikologi, keduanya menggambarkan dua kutub kepribadian utama menurut teori Carl Gustav Jung.

Introvert: cenderung fokus ke dalam diri, menikmati waktu sendiri, berpikir sebelum bertindak.

Extrovert: berorientasi ke luar, energinya bertambah saat berinteraksi dengan orang lain.

Nah, “otrovert” muncul sebagai campuran antara dua kata itu. Sebagian orang menggunakannya untuk menyebut tipe yang tidak sepenuhnya introvert tapi juga tidak sepenuhnya extrovert, yaitu ambivert. Jadi, bisa dibilang “otrovert” adalah cara populer masyarakat menyebut “ambivert” tanpa sadar.

Fenomena ini menunjukkan betapa konsep kepribadian sudah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari. Bahkan ketika istilahnya tidak tepat, pesan di baliknya tetap kuat: orang ingin memahami dirinya.


 2. Apa Sebenarnya yang Dimaksud dengan Ambivert (atau “Otrovert”)?

Kalau kamu merasa kadang suka keramaian tapi di waktu lain ingin menyendiri, besar kemungkinan kamu termasuk kelompok ambivert atau yang sering disebut netizen sebagai “otrovert”.

Menurut riset dari Adam Grant, profesor di Wharton School, ambivert justru punya keunggulan dalam beradaptasi. Mereka bisa fleksibel tahu kapan harus berbicara banyak, kapan harus mendengarkan, dan kapan harus menarik diri untuk refleksi. Dalam penelitian yang ia lakukan terhadap tenaga penjual, ambivert justru memiliki performa 24% lebih tinggi dibanding extrovert murni, karena bisa membaca situasi dengan lebih baik.

Ambivert atau “otrovert” biasanya punya ciri-ciri seperti ini:

  •  Nyaman dalam suasana ramai, tapi cepat lelah jika terlalu lama.
  •  Bisa jadi pendiam di awal, namun hangat saat sudah kenal.
  •  Menyukai waktu sendiri, tapi juga butuh hubungan sosial.
  •  Mudah beradaptasi dengan berbagai tipe orang.
  •  Cenderung berpikir sebelum bertindak, namun tidak terlalu tertutup.

Dengan kata lain, kepribadian “otrovert” ini adalah keseimbangan antara dunia dalam dan luar diri.


 3. Mengapa Banyak Orang Merasa Cocok dengan Istilah “Otrovert”?

Kamu mungkin merasa, “Iya ya, aku juga begitu. Kadang ingin sendiri, tapi kadang juga butuh orang lain.” Nah, itu sebabnya istilah “otrovert” terasa dekat. Ia muncul bukan karena orang tidak tahu istilah yang benar, tapi karena bahasa berkembang mengikuti perasaan kolektif masyarakat.

Fenomena ini menarik secara psikologis. Di era media sosial, identitas sering bersifat cair orang ingin menunjukkan versi terbaik dirinya tanpa terjebak pada satu label. Maka, “otrovert” menjadi semacam simbol kebebasan dalam memahami diri: kamu boleh jadi apa saja, tergantung konteksnya.

Selain itu, istilah ini juga punya nilai sosial. Banyak orang merasa nyaman menggunakan “otrovert” karena lebih inklusif. Tidak ada kesan terlalu tertutup (seperti “introvert”) atau terlalu ramai (seperti “extrovert”). Ia menggambarkan keseimbangan yang realistis dan manusiawi.


 4. Belajar Mengenali Dirimu Tanpa Terjebak Label

Meski lucu dan populer, penting untuk diingat bahwa kepribadian itu tidak bisa disederhanakan menjadi satu kata. Psikologi modern memandang kepribadian sebagai spektrum, bukan kotak. Kamu bisa introvert dalam konteks tertentu, tapi extrovert di situasi lain.

Jadi, alih-alih sibuk mencari “aku ini tipe apa?”, lebih baik kamu bertanya:

  •  Kapan aku merasa paling nyaman menjadi diriku sendiri?
  •  Situasi seperti apa yang membuat energiku menurun atau meningkat?
  •  Apa cara terbaikku untuk mengekspresikan diri tanpa kehilangan keseimbangan?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu jauh lebih berguna daripada menempelkan label. Karena pada akhirnya, tujuan memahami kepribadian adalah mengenali diri agar bisa tumbuh, bukan membatasi diri.


 5. Strategi Praktis untuk Menemukan Keseimbangan Kepribadian

Kalau kamu merasa punya sisi “otrovert”, coba beberapa langkah kecil berikut agar hidupmu tetap seimbang antara kebutuhan sosial dan waktu pribadi:

a. Tetapkan “batas energi”

   Ketahui kapan kamu mulai lelah berinteraksi dan beri waktu untuk recharge.

b. Bangun rutinitas fleksibel

   Jangan jadikan dirimu terlalu terikat jadwal sosial. Sisakan ruang spontanitas.

c. Latih empati dan komunikasi asertif

   Kemampuan membaca situasi sosial adalah kekuatan utama ambivert. Asah terus kemampuan mendengar dan berbicara proporsional.

d. Kenali sumber stresmu

   Ambivert cenderung overthinking karena mudah peka terhadap lingkungan. Sadari kapan kamu terlalu menyesuaikan diri.

e. Gunakan kelebihan adaptasi untuk tumbuh

   Kamu punya keunggulan alami dalam memahami dua sisi manusia gunakan itu untuk berkarier, membangun relasi, atau memahami pasangan.


 6. Jadilah Versi yang Seimbang

Mungkin kamu tidak sepenuhnya introvert atau extrovert. Dan itu tidak masalah. Justru, keseimbangan itulah kekuatanmu. Dunia membutuhkan orang-orang yang bisa memahami dua sisi: tenang tapi berani bicara, reflektif tapi juga hangat, mandiri tapi tetap peduli.

Kalau kamu merasa termasuk “otrovert”, anggaplah itu sebagai simbol perjalanan memahami diri. Tidak peduli istilahnya apa, yang penting kamu terus belajar mengenal dirimu dan memperbaiki cara berhubungan dengan orang lain.


Berefleksi diri

Apakah kamu merasa punya sisi “otrovert”? Kapan kamu lebih nyaman sendiri, dan kapan kamu justru butuh interaksi? Coba tulis pengalamanmu di kolom komentar siapa tahu, kisahmu bisa membantu orang lain yang sedang belajar memahami dirinya juga.

Karena pada akhirnya, memahami kepribadian bukan soal memilih label, melainkan soal menemukan keseimbangan. Dan mungkin, di tengah hiruk pikuk dunia yang serba ekstrem ini, menjadi sedikit “otrovert” adalah hal terbaik yang bisa kamu lakukan.

Posting Komentar untuk "Apa itu kepribadian Otrovert?"